Anak di Bawah Umur Dilindungi Hukum: Perlindungan Hukum atau Kelemahan Hukum?
Source; www.halodoc.com |
Rani Cahyani
EmpatSuara.com – Akhir-akhir
ini, kasus tindakan kekerasan yang terjadi di Indonesia yang melibatkan anak di
bawah umur kian bertambah dan bervariasi. Mulai dari mereka yang menjadi korban
hingga turut terlibat menjadi pelaku. Beberapa tindakan kekerasan yang terhitung
pernah dilakukan oleh anak-anak di bawah umur diantaranya seperti pencurian serta
pembullyan.
Kasus pembullyan
di Indonesia terhitung memprihatinkan. Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), mengatakan bahwa Indonesia
merupakan negara yang darurat pembullyan alias memiliki urgensi besar dalam
mengatasi kasus pembullyan atau perundungan yang ada di ligkungan sekolah
secara efektif dan berkelanjutan dalam waktu secepat mungkin. Berdasarkan hasil
Asesmen Nasional (AN) 2021, meyebutkan ada sekitar 25% peserta didik di Indonesia
yang mengalami berbagai bentuk perundungan.
Bahkan, pada tanggal
13 Februari 2023, KPAI mencatat ada kenaikan angka pada kasus perundungan
sebanyak 1.138 kekerasan fisik hingga psikis. Di tahun 2024 kasus perundungan
yang melibatkan anak di bawah umur pun semakin banyak, termasuk anak-anak di sekolah
dasar.
Adanya kasus
perundungan yang merugikan kesehatan mental dan raga korban membuat siapa saja
menjadi kesal dan ingin menuntut pelaku perundungan agar mendapatkan balasan
yang setimpal. Namun, bagaimana jika pelaku perundungan masih di bawah umur?
Pelaku perundungan
yang masih di bawah umur biasanya selalu menjadi bahan pembicaraan yang memanas
di antara netizen-netizen Indonesia. Pasalnya, jika ada kasus perundungan yang memakan
korban cedera berat atau mengalami gangguan mental dan ternyata pelakunya masih
di bawah umur, sudah dipastikan bahwa pelaku tidak akan ditindak pidana dengan
maksimal karena ada aturan yang akan melindungi pelaku di bawah umur. Hal tersebut
membuat sebagian netizen merasa bahwa hukum di negeri ini sangat lucu.
Aturan tersebut
salah satunya tercantum dalam pasal 45 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
yang mengatur bahwa anak di bawah umur 16 tahun yang turut terlibat atau
melakukan langsung perbuatan pidana akan dikembalikan kepada orang tua, wali
atau orang terdekat yang memeliharanya dan tidak dikenakan sanksi apapun.
Seperti kasus perundungan
yang terjadi di Binus School Serpong. Total anak-anak yang ditetapkan sebagai
dalang dari kasus perundungan tersebut berjumlah 12 orang namun dengan rincian
4 anak tersangka dan 8 anak berkonflik dengan hukum (ABH). Ke 8 anak tidak
ditetapkan sebagai tersangka karena masih di bawah umur. Hal tersebut membuat
beberapa netizen geram karena dianggap tidak adil dan tidak setimpal. Apalagi,
kekesalan tersebut bertambah saat diketahui bahwa dalam geng pelaku perundungan
tersebut ada seorang anak tokoh publik dan tokoh berpengaruh. Padahal
perundungan tersebut bersifat keroyokan karena korban hanya sendirian, dan
korban pun mendapatkan banyak perlakuan tidak mengenakan dari pelaku.
Biasanya, pelaku tindak
kekerasan yang masih di bawah umur hanya akan mendapatkan peringatan dan
dikembalikan lagi kepada keluarganya, megharapkan adanya bimbingan dari
orangtuanya. Namun, jika hal tersebut tidak membuat efek jera bagaimana? Bayak netizen
yang berpendapat bahwa hal tersebut tidak membuat mereka jera. Bahkan, bisa
saja dengan adanya perlindungan tersebut membuat anak-anak yang di bawah umur
merasa bebas untuk melakukan tindakan kekerasan, dan memunculkan pikiran
seperti “Gapapa deh, Toh, gak di hukum yang berat ini!”.
Ini merupakan
masalah yang serius. Karena, jika terus dilindungi tanpa ada efek yang membuat
mereka jera, bagaimana bisa kasus perundungan di Indonesia berakhir? Bahkan tidak
hanya perundungan, pelaku pemerkosaan pada kasus Pemerkosaan Siswi SMP di
Palopo yang melibatkan 8 orang pelaku pun dibebaskan begitu saja hanya karena
masih di bawah umur. Mereka bilang akan medatangkan pendampingan untuk korban
agar menghilangkan trauma pada korban, namun bagaimana perasaan korban jika
tahu kalau pelakunya tidak mendapatkan balasan yang setimpal? Bagaimana dengan
perasaan orang tua korban yang haya mendapatkan perkataan maaf dari keluarga
pelaku? Apakah penegak hukum tidak memikirkan sedikit pun tentang perasaan pihak
korban?
Padahal, selain
dari hanya diselesaikan secara kekeluargaan dan mengembalikan pelaku yang masih
di bawah umur kepada orang tuanya, sepatutnya penegak hukum membuat aturan baru
terkait itu. Seminimalnya, pelaku kasus perundungan ataupun kekerasan lainnya
harus mendapatkan sanksi sosial dalam hidupnya. Rehabilitasi dan penyembuhan
pada mental korban pun harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin tanpa dipungut
biaya apapun.
Posting Komentar untuk "Anak di Bawah Umur Dilindungi Hukum: Perlindungan Hukum atau Kelemahan Hukum?"
Posting Komentar